Jumat, 18 Januari 2013

ASAL USUL FARMASI

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.

Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat (=apotek). Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat.
Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang farmasi disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat untuk menunjang keberhasilan para anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya.

Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni (basic science) sehingga lulusan S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sains.

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi jabatan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, (yang tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat-obatan, dengan persyaratan : pendidikan Sarjana Teknik Farmasi.Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”, menyatakan bahwa :1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional. Membanu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.2. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.

Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.Melihat hal-hal di atas, maka nampak adanya suatu kesimpangsiuran tentang posisi farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu murni, Ilmu kedokteran atau berdiri sendiri ? kebingungan dalam hal posisi farmasi akan membingungkan para penyelenggara pendidikan farmasi, kurikulum semacam apa yang harus disajikan ; para mahasiswa bingung menyerap materi yang semakin hari semakin “segunung” ; dan yang terbingung adalah lulusannya (yang masih “baru”), yang merasa tidak “menguasai “ apapun.

Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).

Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat Apoteker yang berkualits dinilai amat jarang/langka, bahkan dikatakan bahwa dibandingkan dengan apotekeer, medical representatif dari industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.

Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien.Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.

Sumber Pustaka :

1. Ansel, H. C., 1985, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, Ed 4, Lea & Febiger, Philadelphia USA.

2. Herfindal, E. T., 1992, Clinical Pharmacy and Therapeutics, Ed 5, Williams & Wikins, Philadelphia USA.

3. Gennaro, A. R., 1995, Rhemington’s Pharmaceutical Sciences, Ed 19, Mack Publishing Comp, Easton Pensylvania, USA

4. Feldman, E. G., 1990, Handbook of Non Prescription Drugs, Ed 9, APHA, USA

5. Wade, A., 1980, Pharmaceutical Handbook, Ed 19, The Pharmaceutical Society of Great Britain, The Pharmaceutical Press, London


.http://www.informasi-obat.com

Istilah yang sering di jumpai pada obat dan farmasi


BSO = Bentuk Sediaan Obat
BS = Bentuk Sediaan
Inst. Fa.RS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit
SO = Sediaan Obat
P = Pediatrik (Anak-anak)
A = Adult (dewasa)
F = Forte (Fortior = penuh, lebih besar)
G = Geriatric (orang lanjut usia)
Syr = Syrupus
Cap = Capsula
Capl = Caplet (tablet berupa capsul)
Dry syr = Sirup kering
DS = Double strength (kekuatan belipat ganda)
SR = Sustained release (lepas lambat)
Eye drops = Tetes mata
Ear drops = Tetes telinga
Nasal drops = Tetes hidung
Oculenta = Salap mata
Top = Topikal (Kulit)
Unguenta = Zalaft, salap, salep
Epithema = Obat kompres kulit (topikal)
Gargarisma = Collutorium, obat kumur
Antidote = Penawar racun
Antiseptic = Antiseptis, pemusnah hama
Derivate = Turunan, generasi
Granule = Butir, butiran
Retention = Retensi, tambatan, tertahan
Enteral = saluran pencernaan
Pan-enteral = diluar saluran pencernaan.
Per-oral = melalui mulut terus ke aesofagus dan saluran
pencernaan.
Inplantasi = penggunaan obat dibawah kulit (menanam, mendepot)
dengan membedah bagian kecil kulit secara steril

TEGANGAN PERMUKAAN

   Tegangan  permukaan adalah gaya persatuan panjang yang di kerjakan sejajar permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan kedalam pada cairan,hal tersebut karena gaya adhesi lebih kecil dari gaya kohesi antara molekul cairan sehingga menyebabkan terjadinya gaya kedalam pada permukaan cairan.


Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tegangan Permukaan
a. Jenis cairan
    Pada umumnya cairan yang memiliki gaya tarik antara molekulnya besar, seperti
air, maka tegangan permukaannya juga besar. Sebaliknya pada cairan seperti bensin
karena gaya tarik antara molekulnya kecil, maka tegangan permukaannya juga kecil.
b.  Suhu
     Tegangan permukaan cairan turun bila suhu naik, karena dengan bertambahnya
suhu molekul-  molekul cairan bergerak lebih cepat dan pengaruh  interaksi antara
molekul berkurang sehingga tegangan permukaannya menurun.
c. Adanya zat terlarut
    Adanya zat terlarut pada cairan dapat menaikkan atau menurunkan tegangan
permukaan. Untuk air adanya  elektrolit anorganik dan non elektrolit tertentu  seperti
sukrosa dan gliserin  menaikkan tegangan permukaan. Sedangkan adanya zat- zat
seperti sabun, detergen, dan  alkohol adalah efektif dalam menurunkan tegangan
permukaan   ( Yazid, 2005).
d. Surfaktan
Surfaktan (surface active agents), zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan.
e. Konsentrasi zat terlarut
Konsentrasi zat terlarut (solut) suatu larutan biner mempunyai pengaruh terhadap sifat-sifat larutan termasuk tegangan muka dan adsorbsi pada permukaan larutan. Telah diamati bahwa solut yang ditambahkan kedalam larutan akan menurunkan tegangan muka, karena mempunyai konsentrasi dipermukaan yang lebih besar daripada didalam larutan.Sebaliknya solut yang penambahannya kedalam larutan menaikkan tegangan muka mempunyai konsentrasi dipermukaan yang lebih kecil daripada didalam larutan.

Macam-macam metode tegangan permukaan

Ada beberapa metode dalam melakukan tegangan permukaan :
-         
a.          1. Metode kenaikan kapiler
Tegangan permukaan diukur dengan melihat ketinggian air/ cairan yang naik melalui suatu kapiler. Metode kenaikan kapiler hanya dapat digunakan untuk mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk mengukur tegangan permukaan tidak bias untuk mengukur tegangan antar muka.
-        
            2.  Metode tersiometer Du-Nouy
            Metode cincin Du-Nouy bisa digunakan utnuk mengukur tegangan permukaan ataupun tegangan antar muka. Prinsip dari alat ini adalah gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina iridium yang diperlukan sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan antar muka dari cairan tersebut.
                                                                                                (Atfins. 1994)

 Tegangan antar muka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase cair yang tidak bercampus. Tegangan antar muka selalu lebih kecil dari pada tengangan permukaan karena gaya adhesi antara dua cairan tidak bercampus lebih besar dari pada adhesi antara cairan dan udara

Manfaat tegangan permukaan dalam bidang farmasi:

1. Dalam mempengaruhi penyerapan obat pada bahan pembantu padat pada sediaan obat
2. penetrasi molekul melalui membrane biologis
3. pembentukan dan kestabilan emulsi dan dispersi partikel tidak larut dalam media cair untuk membentuk sediaan suspensi

Daftar Pustaka
- Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga